TERKINI

Ditanya Soal Kasus Pengeroyokan, Polda Sumut dan Polrestabes Saling Lempar Bola


MEDAN |
Puluhan massa dari Lembaga Advokasi Perempuan dan Anak Sumatera (LAPAS), Senin (9/9/2025) melakukan aksi demo di Polda Sumatera Utara dan Polrestabes Medan, mendesak untuk menangkap Roland, pelaku kasus kekerasan dalam rumah yang (KDRT) sekaligus penganiaya kakak iparnya yang sudah 1 tahun lebih tidak jelas prosesnya.

Dengan membawa pengeras suara, spanduk dan poster, puluhan massa meminta Kapolda Sumatera Utara menangkap pelaku kasus KDRT dan penganiaya kakak iparnya ini. Massa menduga kuat perkara yang seharusnya mudah diproses ini menjadi sulit karena rumor ada keterlibatan mafia judi online dan kedekatan dengan oknum-oknum polisi nakal.

"Tangkap secepatnya mafia judi dan mafia hukum yang dilindungi oknum-oknum Polisi," tulis massa di dalam posternya.

Sangkin hukum diputarbalikkan, Yanty yang merupakan korban pengeroyokan yang dilakukan Roland dan Lili Kamso, malah dijadikan tersangka dan hingga divonis 6 bulan penjara yang hingga kini masih mendekam di lapas perempuan Tanjung Gusta.

"Korban ditahan pelaku dibebaskan. Betapa sadisnya para penegak hukum di Sumut ini," ungkap massa aksi.

Zainal Abidin selaku koordinator aksi damai menginginkan pelaku segera ditangkap, karena diduga ada permainan dalam kasus ini sehingga Polisi tidak berani menangkapnya.

"Ada apa ini? Pelaku masih berkeliaran, Apa karena mafia judol, sehingga Polisi tidak berani menangkapnya? Sedangkan Yanty adik dari Sherly, sangat cepat ditangkap. Padahal Yanty sebagai korban penganiayaan yang dilakukan Roland dan Lili Kamso, tetapi malah jadi tersangka. Yanty dijemput paksa, diperiksa, ditahan, hanya 3 hari setelah dilaporkan. Apakah Yanty teroris? Apakah Yanty pelaku narkoba yang tertangkap tangan sampai dia diperlukan tidak adil?" ketus Zainal Abidin.

Roland dan ibunya Lili Kamso juga telah dilaporkan Erwin Henderson suami dari Yanty di Polda Sumatera Utara, terkait kasus 351 junto 170 (Pengeroyokan). dengan Nomor : STTLP/B /450/IV/2024/POLDA SUMATERA UTARA. Namun laporan tersebut justru dihentikan Polrestabes Medan dengan alasan bukan merupakan perbuatan pidana. Padahal ada luka dan lebam, dibuktikan dengan visum, ada saksi, ada laporan dan keterangan korban.

"Kita memperingatkan aparat kepolisian untuk profesional dalam bertugas. Erwin melaporkan aksi pengeroyokan yang dilakukan Roland dan Lili Kamso. Hasil visum ada. Luka-luka dan lebamnya jelas. Kenapa laporannya dihentikan? Oleh karena itu, kita minta para petinggi Polri memberikan atensi terhadap perkara ini. Kami minta gelar perkara khusus dan menghadirkan semua pihak yang terlibat," ucap Zainal yang seorang mahasiswa.

Mh Fadil Tanjung yang juga penggerak aksi mengatakan, Sherly yang menjadi korban KDRT hingga kini belum menemukan kepastian atas kasus hukum pada 05 April 2024 lalu. Hingga kini pelaku suaminya Roland belum diproses. Malahan penetapan status tersangka terhadap Roland sudah batal karena penyidik Renakta bermain-main dalam memproses perkaranya. 

"Masak kalah Polda diprapid hanya karena SPDP yang tidak dikirim ke Roland? Kok bisa SPDP tidak dikirim? Apa penyidik sengaja menyepelekan hal itu supaya ada celah diprapid? Lalu, kok bisa korban tidak segera diberi surat pengantar untuk visum? Sengaja ya biar ada celah perkaranya menjadi lemah?," teriak Fadil.

Setelah 2 jam berorasi di depan Polda Sumatera Utara salah satu anggota Kepolisian menemui massa untuk mencari titik temu, ternyata atas laporan Erwin Henderson atas penganiayaan istrinya Polda Sumut sudah menyurati Polrestabes Medan.

Massa pun lanjut mendatangi Polrestabes Medan dan kembali melakukan aksi. Tidak lama kemudian petugas kepolisian kembali menemui mereka, agar berdiskusi dengan penyidik.

"Kita di dalam sudah diskusi dengan para penyidik namun tidak ada titik temunya. Kita dibola-bola. Polda Sumut sebut sudah kasih petunjuk dan arahan kepada Kapolrestabes Medan. Kita datangi Polrestabes Medan, katanya Polda Sumut tidak ada memberi perintah untuk gelar perkara khusus. Padahal sudah berkali-kali kita Surati Kapolda Sumut agar dilakukan gelar perkara khusus terkait Yanty yang menjadi korban pengeroyokan, tapi saling empat bola mereka," kesal Jonson David Sibarani SH MH, penasihat hukum korban sesuai keluar dari gedung Sat Reskrim Polrestabes Medan.

Anehnya, juper menunjukkan foto yang tidak jelas dari Bundelan perkaranya. Itu dijadikan seolah menjadi bukti bahwa Yanty tidak ada lebam dan luka. 

"Artinya, polisi menyatakan luka dan lebam yang dialami Yanty itu bukan karena penganiayaan yang terjadi pada tanggal 5 April 2024 lalu. Makanya polisi mengatakan itu bukan merupakan perbuatan pidana," kesal pengacara dari Kantor Hukum Metro ini.

"Foto kapan pulak itu? Foto di mana itu? Kok bisa satu buah foto sebagai bukti dari Roland yang membuat kasus ini jadi dihentikan? Padahal kita sudah memiliki semua bukti, hasil visum, foto dan saksi, namun terpatahkan oleh 1 foto. Ini betul-betul penyelewengan hukum. Penyidik harus diproses, saya protes," hardik Erwin ketika keluar dari gedung Sat Reskrim Polrestabes Medan.

Erwin mengatakan bahwa kasus ini sudah sangat ganjal, diduga kuat pelaku menyerahkan sejumlah uang agar proses ini tidak berjalan.

Untuk itu Erwin dan Penasihat Hukumnya meminta kepada Kapolda Sumatera Utara segera memproses pelaku dan menindak anggota yang telah mengubah laporan ini sehingga tidak berjalan.
© Copyright 2023 - medanterkini